Oleh Marianus Gaharpung, dosen FH Ubaya dan Lawyer di Surabaya.
(Konsekuensi PP No. 2 Tahun 2012 tentang Hibah Daerah)
Baca juga:
R. Kholis Majdi: HTI Tidak Berpolitik!
|
SIKKA - Semua kita patut memberikan apresiasi terhadap Roby Idong Bupati Sikka yang berjiwa muda ini bersemangat membuat kejutan di Nian Tana Sikka. Kali ini, pembangunan menara lonceng yang diberi nama Santo Yohanes Paulus II sebagai penghormatan terhadap kunjungan Paus Paulus Yohanes II di tanah Flores dan Maumere, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sejarah iman ini.
Dua hari satu malam, 11-12 Oktober 1989, Bapa Suci berada dalam pusaran jantung Kabupaten Sikka.
Namun Surat Keputusan (SK) Pembentukan Panitia dengan Ketua Panitia adalah Sekretaris Daerah Pemkab. Sikka menuai pergunjingan hangat di media online. Pasalnya, sudah lima bulan mulai Pebruari 2022 dilakukan peletakan batu pertama menara lonceng dengan anggaran 12 miliar sampai sekarang belum ada aktivitas.
Saat ini menjadi sorotan publik terhadap keabsahan SK panitia dan aset Pemkab Sikka yang digunakan diduga tanpa konsultasi dengan Kementrian Keuangan dan persetujuan DPRD Sikka berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2012 tentang Hibah Daerah.
Kajian hukum tentang SK Kepanitiaan Pembangunan Menara Lonceng adalah sebagai berikut :
Bahwa keputusan atau penetapan tertulis pejabat atau badan tata usaha negara dianggap sah dan mengikat wajib memenuhi tiga aspek yakni prosesur, substansi serta wewenang.
Pertanyaannya, apakah SK tersebut memenuhi aspek prosedur? Penerbitan SK harus memenuhi salah satu prosedur paling penting adalah apakah sudah dibicarakan dan mendapatkan persetujuan DPRD Sikka dalam penggunaan lapangan Samador sebagai aset daerah? Jika tidak pernah, maka SK tersebut cacat prosesur.
Dari aspek substansi setiap penerbitan SK ada unsur MENGINGAT, MENIMBAMG serta MEMUTUSKAN. Dari aspek mengingat, wajib ada peraturan perundangan yang digunakan sebagai dasar penerbitan SK dalam hal ini, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2 Tahun 2012 tentang Hibah Daerah, sebab lapangan Samador adalah aset daerah yang dihibahkan kepada umat Keuskupan Maumere. Dan, jika menggunakan peraturan pemerintah tersebut, maka Bupati wajib konsultasi dan mendapat persetujuan Menteri Keuangan dan DPRD Sikka. Jika tidak, maka SK ini cacat substansi.
Baca juga:
Alex Wibisono: Demokrasi Kentut
|
Jika salah satu aspek dari persyaratan penerbitan SK cacat atau tidak terpenuhi, maka aspek lainnya yakni aspek wewenang tidak perlu dibuktikan lagi.
Dan, perlu diingat sifat SK itu, konkrit, individual dan final. Dari aspek final, berarti SK tidak perlu mendapat persetujuan dari atasan dan pihak lain yang berkepentingan. Tetapi karena pembangunan menara lonceng yang menggunakan aset daerah, maka SK tersebut sebelum diterbitkan wajib mendapat persetujuan atasan yakni Kementrian Keuangan sebagaimana diatur dalam PP No. 2 tahun 2012 tentang Hibah Daerah.
Pertanyaannya, apakah Roby Idong sudah berkonsultasi dan mendapat persetujuan Menteri? Jika tidak sama sekali, maka SK tersebut sifatnya belum final dan tidak mengikat sehingga dianggap tidak pernah ada. Konsekuensi hukum panitia belum sah sehingga dilarang menerima sumbangan dalam bentuk apapun untuk pembangunan menara lonceng Santo Yohanes Paulus II tersebut.
Jadi Roby Idong boleh punya niat mulia untuk umat Katolik Keuskupan Maumere tetapi jangan menabrak aspek prosedur dan peraturan perundangan untuk sahnya SK Kepanitiaan Pembangunan Menara Lonceng.Supaya jangan salah dan terutama tidak melanggar peraturan, kumpulkan semua pihak yang kompeten termasuk Yang Mulia, Uskup Maumere untuk membicarakan lebih serius lagi rencana pembangunannya. Apalagi dalam UU Perbendaharaan Negara, melarang aparatur sipil negara mengelola dana non budgeter termasuk sumbangan masyarakat.